Aku dan Tuberculosis

Inilah riwayatku bersama bakteri tuberculosis yang hidup di paruku.

Sejak bulan April 2021, sudah ada gejala sesak di dada, sakit di punggung, muncul sekali-kali saja, lalu hilang. Aku hanya merasa ini hanyalah masuk angin dan maag kambuhan. Kuabaikan.

Memasuki bulan Ramadhan, aku merasa kondisi agak menurun. Nafsu makan semakin turun, biasanya kalau buka puasa aku sangat lahap, tapi tahun ini agak berbeda. Mungkin lambungku sudah semakin akrab dengan maag, sekarang ia sudah upgrade ke GERD, pikirku. Aku jadi sering minum obat maag di bulan puasa ini, padahal biasanya hampir tidak pernah!

1 Mei 2021 – Aku vaksinasi sinovac di Istora Senayan.

3 Mei 2021 – Badan mulai masuk angin, pegal-pegal. Post-effect dari vaksin pikirku.

4 Mei 2021 – Badan semakin pegal, cepat lelah, tapi masih bisa bekerja di siang hari. Malamnya aku drop. Inilah puasa Ramadhan terakhirku di tahun ini.

5 Mei 2021 – Tepat 1 minggu sebelum Idul Fitri, aku tidak masuk kantor, tumbang. Aku pergi ke UGD RS Rawalumbu, dikasih obat demam dan maag biasa.

7 Mei 2021 – Tidak ada peningkatan, aku pergi ke RS Hermina Bekasi, konsultasi dengan dr Reza, spesialis penyakit dalam. Cek darah, demam berdarah dan tipus negatif. Aku dipulangkan, dikasih obat antibiotik dan obat maag dosis tinggi. Setiap malam aku selalu terbangun karena mual, demam, berkeringat. Setiap hari semakin mudah lelah, mulai intens batuk kecil.

11 Mei 2021 – Kondisi semakin memburuk. Aku kembali ke dr Reza, ia menanggapi cepat. Aku cek lab lebih lanjut untuk untuk cek reaksi imun dan diabetes, aku juga menjalani ronsen paru. Reaksi imunku sangat tinggi, nilai CRP 117 dari maksimum toleransi normal 5. Diabetes negatif. Dari hasil ronsen paru, terdapat flek. dr Reza mengarahkan aku ke dokter paru. Aku tidak sanggup. Aku minta dirawat sore itu juga karena dokter paru sudah tidak praktik. Di malam hari, di ruang isolasi, terdengar sayup-sayup suara takbir. Ah, rindunya…

12 Mei 2021 – Dini hari, aku terbangun, sesaknya semakin terasa, sakit dada, sakit perut, demam, berkeringat. Combo. Inilah rasa sakit terparah yang aku alami setelah aku dirawat karena demam berdarah di tahun 2008. Perawat mendatangiku memberikan obat dan alat bantuan pernafasan. Di pagi hari aku merayakan Idul Fitri di ruang perawatan isolasi dengan ber-dzikir kepada Yang Maha Kuasa. Di pagi itu juga, karena ngantuk berat dan lemas, aku dibawa perawat ke ruangan USG dengan kursi roda. Dari USG itu terdeteksi cairan di paru kiri (efusi pleura) sekitar 300 cc. Punggungku ditandai sebanyak 3 titik lokasi penyedotan cairan paru (pungsi pleura). Papa, mama, dan istriku datang membawakan lontong opor ayam. Aku senang sekali, tapi ketahuan dr Reza katanya jangan makan santan dulu. Ya ta apalah..setidaknya sudah merasakan sekali makan lontong opor ayam tradisi lebaran keluarga kami. Mudah-mudahan karena perasaan senang ini imunku jadi naik. Jam 14:00, dr Adria, spesialis paru, datang. Paru-paruku disedot. Ampun sakitnya. Sedotan pertama tidak begitu berhasil, dilanjut ke titik ke-2. Sakitnya sudah tidak begitu berasa (mungkin faktor psikologis), keluar cairan paru 650 cc. Aku sangat kelelahan. Aku istirahat setelahnya.

13 Mei 2021 – Dini hari, aku terbangun lagi karena sakit. Setelah cairan dibuang, nafasku sudah cukup membaik, tapi masih memerlukan alat bantuan pernafasan di malam hari, walaupun tidak seintens malam sebelumnya. Pagi ini, pertama dalam hidupku aku meminum OAT merah (OAT = Obat Anti Tuberculosis). Kalau minum OAT ini kencing jadi oren pekat kemerahan, keringatnya juga bau obat. Efek samping obat ini sangat kuat, membuat pusing, keleyengan, dan mual bak orang mabuk.

14 Mei 2021 – Kondisiku membaik, semua hasil lab baik. Tidak ada gangguan ginjal dan hati dari konsumsi OAT sehingga aku dinyatakan bisa pulang. Horee…

Sekarang, aku masih harus tetap rutin minum obat sampai 6 bulan ke depan (plis gak mau lebih). Yang masih aku rasakan saat ini adalah mudah lelah, sesak napas, batuk, dan sakit di dada kiri. Sebenarnya aku belum dinyatakan positif Tb 100%, karena masih menunggu hasil lab cairan paru seminggu setelah pungsi pleura. Walaupun demikian, dari semua gejala yang kualami dan hasil visual cairan paru ya memang sangat mengindikasikan Tb sehingga dr Adria memberikan aku OAT. Mudah-mudahan hasilnya nanti tidak ada komplikasi ya. Anakku yang kedua juga ternyata juga suspect Tb, doakan besok 17 Mei 2021 hasil tesnya negatif, dan tidak ada lagi Tb hinggap di keluarga ini. Cukup aku sajalah yang terakhir…

Segala puji bagi Allah, pemilik semesta alam. Semoga selalu merahmati kami. Aamiin…

Pengusiran Jamaah Memakai Masker – Sertifikasi Imam dan Ustadz, Perlukah?

Mencuat kabar bahwa pengurus sebuah masjid di Bekasi mengusir jamaah yang hendak sholat karena menggunakan masker. Perbuatan ini tidaklah pantas apalagi sampai terjadi pertengkaran di rumah ibadah.

Saya pernah sholat di suatu daerah di Bekasi, di mana jamaah sangat rapat dan tidak memakai masker. Saya sih menggunakan masker tapi tidak sampai diusir. Selain itu masih banyak lagi masjid-masjid di negeri kita yang jamaahnya tidak patuh prokes, sangat jauh dari yang diterapkan di tanah suci Makkah & Madinah.

Di antara pengurus masjid dan mushola, ada yang disebut imam atau ustadz, yang mana adalah guru dan panutan masyarakat. Jika gurunya tidak baik, maka muridnya pun tidak akan baik. Jika gurunya baik, maka muridnya akan baik dan secara tidak langsung masyarakat akan lebih religius tapi juga tidak salah arah.

Hemat saya, sertifikasi imam/ustadz harus diakselerasi. Untuk itu, kualifikasi imam dan ustadz masjid harus ‘dipersulit’, di antaranya harus hafal Al-Quran, merdu bacaannya, memahami metode tafsir Al-Qur’an dan hadits, serta bisa dijadikan panutan masyarakat. Hal ini sudah diatur oleh Dewan Masjid Indonesia (DMI), tapi tampaknya belum optimal.

Meskipun demikian, imam/ustadz yang belum memenuhi kualifikasi tidak serta merta diganti begitu saja, tapi pemerintah memberikan bantuan berupa pelatihan dan pendidikan formal minimal S1. Dengan sepengetahuan dan kerelaan jamaah, sebagian dana sumbangan masjid bisa dialokasikan untuk pendidikan imam/ustadz dan pengurus masjid. Dengan ini, kita juga akan lebih memuliakan mereka.

Imam/ustadz yang sudah memenuhi kualifikasi lalu diberikan gaji, seperti yang dilakukan Saudi untuk seluruh masjid mereka. Di Bekasi, pemberian gaji kabarnya akan diberikan di tahun 2021 [i], tapi saya pribadi belum tahu bagaimana realisasinya bagaimana, dan apakah kebijakan gaji ini sudah merata di seluruh masjid di Indonesia.

Bagaimana dengan mushola? Mushola dapat diperlakukan sebagai “cabang” dari masjid terdekat. Semua program di dalam mushola harus sejalan dengan masjid induknya, dan masjid induk juga harus bertanggungjawab atas semua kebutuhan mushola.

Terlepas dari semua benefit yang harus diberikan pemerintah, persatuan umat muslim tetap harus dijaga. Pemerintah tidak boleh semena-mena mendiskriminasi imam/ustadz yang berbeda dalam mazhab maupun persoalan khilaf, selama mereka adalah ahlussunnah wal jamaah. Tidak boleh ada pembiaran terhadap pembubaran pengajian, sebaliknya pemerintah justru harus meng-endorse pengajian. Pemerintah juga tidak boleh mensyaratkan imam, ustadz, dan pengurus masjid harus terafiliasi dengan ormas Islam tertentu, karena banyak talenta di lapangan yang independen tapi tetap layak diberikan kesempatan. Dengan konsep seperti ini dan sosialisasi yang baik, saya rasa tidak akan ada lagi pertentangan terhadap program sertifikasi imam/ustadz di Indonesia.

Jumlah masjid dan mushola di Indonesia sangat banyak [ii], maka ini adalah pekerjaan big data dan akan sangat menantang. Biaya investasi pun menjadi sangat tinggi, tapi kalau ROI-nya bisa membentuk masyarakat yang religius, beradab, cerdas, mengapa tidak?

i] Dari inews, artikel Februari 2021, imam dan merbot masjid akan mendapatkan gaji bulanan dari Pemkab Bekasi.

ii] Dari Republika, artikel Maret 2021, menurut Kemenag RI, jumlah masjid dan mushola di Indonesia adalah 741991.

Greater Bekasi, greater than Manchester

Jika suatu wilayah perkotaan terdiri dari kotamadya dan kabupaten, maka disebut raya. Misalnya “Bekasi Raya”, kalau diterjemahkan mungkin menjadi “Greater Bekasi” (menganut penamaan Greater Manchester, UK), atau kalau mau penamaan lebih umum jadinya “Bekasi County”(?).

Jika suatu wilayah perkotaan hanya terdiri dari kabupaten saja, maka disebut Regency (menganut penamaan dari Belanda?). Misalnya Purwakarta, tidak bisa disebut Greater Purwakarta atau Purwakarta County, melainkan Purwakarta Regency.

Province atau state, di Indonesia disebut Provinsi, tapi ini bisa confusing karena di negara lain ini bisa jadi ekuivalen dengan kabupaten atau kota raya.

Kecamatan disebut district(?), Kelurahan disebut sub-district(?), Desa disebut Village(?), terus kampung atau rukun warga disebut apa yak??

Belum lagi nama jalan, ada syarat-syarat tertentu agar bisa disebut entah itu road, street, atau avenue.

Membingungkan memang..apalagi saya bukan ahli sejarah, geografi, maupun tata kota. Oleh karena itu, orang tua zaman old selalu bilang:

“Jangan Mengubah Alamat dari Bahasa Aslinya!”

NB: Setelah iseng-iseng ditelusuri, ternyata luas Greater Bekasi hampir sama dengan Greater Manchester, malah lebih besar sedikit. Hehe.

Ongkang-Ongkang Cangkang

Saya akan berikan kelanjutan kisah yang telah saya ceritakan tentang negeri kepiting beberapa tahun lalu (lihat https://lendistanu.wordpress.com/2015/12/16/uang-gaib/ ), negeri di mana nilai uang yang beredar selalu lebih kecil daripada nilai utang yang beredar, karena nilai utang adalah utang pokok ditambah bunga. Kini, karena sistem di negeri kepiting sudah berjalan, sekarang mereka sudah berbentuk menjadi sebuah negara yang bernama Republik Kepiting.

Di Republik Kepiting tersebar uang seharga Rp650,000,000 atau senilai dengan–katakanlah–1 kg emas… Saya ambil contoh nilai yang kecil ini agar lebih mudah dimengerti saja. Jangan bandingkan dengan dunia nyata karena tentu jauh lebih besar. Ok, saya lanjut ya… Jika di Republik Kepiting tersebar uang seharga Rp650,000,000 atau senilai dengan–katakanlah–1 kg emas yang merupakan aset negeri kepiting, maka seluruh transaksi di dalam Republik Kepiting kalau nilainya ditotalkan tentulah tidak pernah lebih besar daripada 1 kg emas.

Silahkan direnungkan, apakah sudah siap mengikuti alur tulisan ini ke mana? Kalau sudah, kita lanjut.

Pada suatu hari ada oknum warga bernama Yuyu yang meminjamkan uang ke warga lain yang bernama Gaga dengan persyaratan bunga. Taruhlah bunga tersebut senilai Rp50,000,000. Uang yang tersebar di negara itu kan cuma Rp650,000,000. Secara otomatis Bank Republik Kepiting (BRK; perannya setara dengan Bank Indonesia) harus menyuplai uang kertas Rp50,000,000 ke dalam peredaran. Jika Gaga mampu memperoleh Rp50,000,000 tambahan tersebut di dalam perputaran ekonomi, nasib Gaga akan aman. Sebaliknya, jika belum mampu sampai waktu periode tertentu, Gaga akan dikenakan denda (bunga berbunga), dan di akhir waktu jika Gaga tetap tidak mampu bayar, maka akan ada aset Gaga yang disita oleh Yuyu yang senilai…

Aset tersita = utang pokok + bunga awal + denda_periode 1 + denda_periode 2 + … + denda_periode N.

Nah loh! Bagaimana mungkin warga seperti Gaga mampu membayar jika uang yang beredar selalu lebih kecil daripada nilai utang yang berputar di negeri kepiting itu?? Adapun agar memberi kemungkinan Gaga mampu membayar, BRK harus lebih cepat menyuplai uang kertas agar uang yang beredar sama dengan nilai utang yang berputar. Ini baru kemungkinan mampu membayar saja loh, belum tentu akhirnya Gaga akan mampu karena Gaga harus bekerja ekstra keras untuk menyerap pertambahan suplai uang kertas itu.

Di sisi lain, asumsikan seluruh aset di Republik Kepiting ini tidak berubah, yaitu 1 kg emas. Lalu apa yang terjadi? Harga emas yang tadinya ekivalen dengan Rp650,000,000, sekarang menjadi lebih besar karena sistem bunga berbunga yang berlaku di negeri itu. Nilai emas secara intrinsik ya tetap, segitu-gitu saja. Justru nilai intrinsik uang kertaslah yang turun. Ini disebut inflasi–istilahnya.

Bagaimana kalau Republik Kepiting punya utang dengan negara lain, sebutlah Republik Lobster, dengan sistem bunga berbunga juga? Silahkan bayangkan. Saya tidak bisa membayangkan karena keterbatasan ilmu ekonomi saya, namun yang pasti kondisi di Republik Kepiting akan semakin tidak karuan.

Di hilir, peminjam kasta paling bawah membanting tulang, berdarah-darah, untuk melunasi hutangnya. Bahkan meskipun hewan crustacea tidak memiliki darah, dia tetap dipaksa untuk berdarah. Sementara di hulu, kasta paling atas ada parasit penghisap darah, pemilik modal terbesar di muka planet Crustacea. Dia cukup ongkang-ongkang cangkang karena passive income selalu mengalir ke dalam rekeningnya. Ketika bosan, dia bermain spekulasi, membuat kekisruhan moneter di planet Crustacea.

Mungkin pembaca bertanya bagaimana nasib warga Republik Kepiting yang tidak memiliki utang sama sekali? Saya melihat mereka akan selalu bekerja sampai renta. Mereka akan selalu memperoleh penghasilan di bawah nilai pekerjaannya karena tergerus oleh inflasi. Mereka ‘dipaksa’ untuk menanggung utang tanah airnya kepada Republik Lobster dan negara-negara lain. Mereka tidak akan pernah kaya sampai mereka mau menjadi kapitalis, menjadi aktor dan aktris ulung dalam sistem bunga berbunga.

Bersambung…

Kerah Biru

Bagi para pekerja proyek yang sifatnya musiman, menjadi kutu loncat mau tidak mau adalah hal yang lumrah, karena pengangkatan karyawan kontrak menjadi karyawan permanen itu ibarat mencari jarum di tumpukan jerami. Setiap memasuki akhir periode kontrak, kami sudah terbiasa harap-harap cemas jika kontrak tidak diperpanjang, sehingga di saat itu pula kami kembali berburu lowongan pekerjaan di tempat lain. Bagi yang lebih beruntung, tidak jarang pula kami ditawari dan harus memilih 2 kontrak di saat yang bersamaan, yaitu kontrak perpanjangan di perusahaan lama dan kontrak baru di perusahaan yang baru.

stock-photo-smiling-young-man-working-in-a-warehouse-standing-with-a-bag-of-product-over-his-shoulder-grinning-397306384

Kami adalah ‘kerah biru’, tidak pernah ‘memutih’, paling tinggi jabatan kami adalah kerah ‘biru langit’, tidak peduli apa tingkat pendidikan kami. Begitulah kira-kira teriakan pegawai kontrak musiman.

Berhubung saya baru saja ganti bendera perusahaan dengan status bebas transfer, izinkan saya membagi unek-unek saya di sini untuk rekan-rekan yang mengalami nasib yang mirip, namun tidak terbatas juga untuk yang berbeda nasib. Harapannya, ini dapat memberikan semangat lebih ketika mencari nafkah:

Kerja Ikhlas.
Di mana pun Anda bekerja, tentu itu adalah hasil dari pilihan Anda, sehingga Anda harus siap dengan segala konsekuensinya. Tuhan sudah memberi pekerjaan yang Anda pilih. Oleh karena itu, jadikanlah pekerjaan Anda sebagai ibadah (selama halal). Kerjakan dengan ikhlas dan sepenuh hati sebagai ungkapan rasa syukur Anda kepada Tuhan. Jika menemukan kesulitan, percayalah bahwa Tuhan selalu memberikan petunjuk kepada hamba-Nya yang senantiasa beribadah. Nikmati saja prosesnya dan tetap sabar!

Hormati Kontrak.
Patuhilah isi kontrak yang sudah Anda tanda tangani. Melanggar perjanjian adalah salah satu ciri orang منافق (baca keras-keras: munāfiq). Jika Anda memang sangat terpaksa harus melanggar isi perjanjian kontrak, maka bicarakanlah terlebih dahulu kepada manajemen perusahaan untuk membuat kesepakatan baru, tapi ingat tentu saja hal ini tetap membuat integritas Anda diragukan.

Keluar dengan Prestasi.
Sebelum Anda mengundurkan diri dari perusahaan, berusahalah membuat pencapaian kerja yang memuaskan. Jika Anda bisa mengukir prestasi yang memajukan perusahaan secara signifikan, itu lebih baik. Jika memang tidak sanggup, setidaknya kerjakan tugas-tugas Anda secara tuntas dan buat dokumen serah terima pekerjaan dengan rapi agar rekan-rekan tidak menghadapi kesulitan ketika harus melanjutkan pekerjaan Anda!

Keluar dengan Damai.
Selain kualitas pekerjaan, kualitas hubungan Anda dengan atasan dan rekan kerja juga tidak kalah penting. Jagalah martabat Anda selama Anda bekerja dan tetap jalin komunikasi dengan mantan atasan dan rekan kerja ketika sudah tidak bekerja lagi di perusahaan tersebut. Jika Anda bisa keluar dengan prestasi dan damai, maka Anda sedang tidak menutup kemungkinan untuk bekerja sama lagi dengan mereka di masa yang akan datang, karena teman adalah salah satu sumber rizqi.

Tingkatkan Kemampuan.
Rizqi Tuhan sangat luas. Betul, tapi kita harus mampu menjemputnya. Dengan serba ketidaknyamanan status sebagai pegawai kontrak, maka pilihannya hanya ada 2 agar dapat terus dipakai di industri, yaitu perluas atau perdalam kemampuan; namun alangkah baiknya jika bisa berinvestasi keduanya. Tanamkan harga mati bahwa: pegawai kontrak harus lebih cerdas daripada pegawai permanen, sehingga pegawai kontrak akan lebih sejahtera daripada pegawai permanen!

All hail blue-collars!!!

Alternasi

[ Sekuler | 100% – – – – 0% – – – – 100% | Radikal ]

Bicara agama tidak akan ada habisnya, karena agama adalah tuntunan hidup bagi manusia yang mempercayai Tuhan.

Idealnya, pemahaman agama yang baik tidak membuat orang menjadi radikal atau sebaliknya, sekuler. Memahami ajaran agama tentu tidak mudah. Berdasarkan informasi yang diterima oleh seseorang, orientasi agama bisa berubah-ubah. Seperti diagram di atas, seseorang dapat cenderung radikal atau sekuler sewaktu-waktu.

Contoh kasus. Di awal pernikahan, saya cenderung radikal. Salah satu pemahaman agama saya saat itu adalah bahwa seluruh perbuatan istri adalah tanggung jawab suami. Neraka istri adalah neraka suami, sedangkan surga istri belum tentu surga suami. Pemahaman ini tidak berhasil. Saya terlalu mengekang istri ketika ia berbuat salah, sehingga kami jadi sering bertengkar.

Akhir-akhir ini, saya mencoba mengubah diri saya menjadi lebih ‘sekuler’. Meskipun demikian, saya tidak tahu di mana posisi saya saat ini, apakah masih cenderung ke kanan atau justru cenderung ke kiri. Yang pasti adalah saya bergerak lebih ke kiri daripada sebelumnya. Pemahaman saya saat ini adalah bahwa memang istri adalah tanggung jawab suami, tetapi surga dan neraka istri belum tentu surga dan neraka suami.

Banyak faktor yang membuat saya seperti ini, di antaranya karena saya sudah lelah bertengkar. Kedua, mencegah kemungkaran (salah satunya adalah mengingatkan istri ketika ia salah) adalah wajib untuk pertama kalinya, namun sunnah untuk berikutnya*. Dalam hal ini, saya tetap mengerjakan yang wajib tapi saya ‘mengurangi’ pekerjaan sunnah. Akibatnya, sekarang saya merasa diri saya menjadi tenang. Kami pun lebih jarang ribut**.

“Istri saya” bukan milik saya, “anak saya” pun demikian, bukan milik saya, meskipun secara linguistik kedua kata tersebut merupakan frase kepemilikan. Saya tetap bertanggung jawab penuh atas mereka, tapi saya tidak lupa bahwa mereka adalah milik diri mereka masing-masing. Semua orang memiliki hak untuk melakukan apa saja–bahkan walaupun itu adalah sebuah kesalahan–dan mereka juga memiliki kewajiban untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya. Saya tidak sedang bermain ‘video games’ yang mana saya dapat mengontrol mereka sesuka hati.

Orientasi ini masih sangat mungkin untuk berubah di masa depan sejalan dengan proses pembelajaran, namun saat ini saya sedang nyaman berada di titik ini.

Perlu dicatat bahwa siapa saja dapat berbuat khilaf, termasuk saya. Dengan segala kekurangan diri ini, semoga AllòH senantiasa memberikan rahmat dan hidayah-Nya kepada kami. Āmīn.

Catatan:
*) berdasarkan pemahaman dari berbagai sumber, agar diselidiki sendiri lebih lanjut;
**) mohon tidak menjadikan cerita ini sebagai pedoman, belajarlah pada ahlinya.

Review: A-Rei Kenneth 25 l Laptop Backpack, Tas Asli Bandung (featuring Bodypack Gultor-90)

Akhirnya gue harus me-lemari-kan laptop-backpack lama gue, Bodypack Gultor-90, yang telah dibeli pada tanggal 26 Mei 2013 seharga Rp 475k (tahun ini mungkin tas yang sejenis sudah di harga 800 ribuan), karena:

  • tas ini terlalu besar, volume ekspansinya mungkin ada di angka 40 liter, sedangkan untuk sehari-hari kebutuhan gw gak sampai segitu,
  • berat kosongnya 1 point something kg, bayangkan kalau dipaket kudu bayar harga 2 kg,
  • tali strap untuk dada terlepas dan jatuh entah di mana,
  • sudah 2 teman gue (yang gue tahu) punya tas yang sama ini, kan awkward gitu,
  • sehingga semuanya membuat bahu, punggung, dan hati gue lelah.

139539_52197d7e-3302-11e4-ba75-d5de4908a8c2

Bodypack (Eiger Group) Gultor-90 Expandable

Akhirnya semalaman gue browsing toko-toko online, dan ujung-ujungnya ragu karena enak gak enaknya tas gak bisa tahu kalo gak dicoba, gak dirasa. Lalu keesokannya setelah sarapan soto, gue lewat toko A-Rei Outdoor di Jalan Dipatiukur, Bandung. Hati mantap untuk melipir. Singkat cerita, gue naksir dan merogoh kocek dalam-dalam buat A-Rei Kenneth (25 liter) dengan pertimbangan utama yang dibantu dengan analisis mekanika teknik sebagai berikut:

  • Volume 25 liter cukup untuk kebutuhan sehari-hari gue, dan tas ini memiliki banyak kompartemen sehingga barang-barang bisa masuk secara compact.
  • Tas Bodypack gue sebelumnya, karena kapasitas yang terlalu besar, barang-barang di dalam akan berceceran di permukaan dasar tas, hal ini akan membuat beban dinamik selama perjalanan bertambah.
  • Jarak lengan momen dengan menggunakan tas A-Rei ini (yaitu jarak pusat gravitasi tas dengan pusat gravitasi tubuh) lebih kecil daripada jarak lengan momen dengan menggunakan tas Bodypack. Oke, anggaplah berat tas A-Rei dan Bodypack ini sama, dan berat muatan juga dianggap sama, tetap saja tas A-Rei ini akan terasa lebih ringan karena memiliki nilai momen (yaitu massa gravitasi dikalikan lengan momen) yang lebih kecil, apalagi jika massa A-Rei lebih ringan daripada Bodypack. Sebagai informasi, berdasarkan survei di toko-toko online, berat kosong tas A-Rei ada di sekitar 0.7 sampai 1 kg.
  • Tas ini memiliki fitur chest strap dan padded shoulder strap untuk mengurangi nyeri bahu; busa di bagian belakang untuk mengurangi nyeri punggung; alur angin di antara busa belakang agar punggung tidak mudah berkeringat; serta struktur kaku di bagian belakang sebagai support pinggul (lebih efektif jika menggunakan ikat pinggang) sehingga beban tidak hanya terdistribusi di bahu saja. So I can say that this bag is engineered.

Selain itu, ada juga pertimbangan lain:

  • Warna biru dongker alias navy blue bikin gareugeut, bakal matching dengan pakaian sehari-hari gue yang sering gak jauh-jauh dari celana jeans biru gelap, sepatu running biru, dan jaket hoodie biru.
  • Paduan warna red velvet membuat tas ini lebih manis, sementara coklat membuat tas ini lebih unisex dan netral untuk segala jenis warna pakaian. Jadi gak masalah kalau mau tukar-tukaran tas sama pasangan lawan jenis maupun sesama jenis, tapi awas jangan tukar-tukaran pasangan.
  • Kain kanvas yang tebal cukup untuk melindungi peralatan elektronik dalam rutinitas sehari-hari.
  • Relatif pas di harga untuk sekelas merk lokal yang sudah cukup lama malang-melintang di Bandung, dengan Rp 299k loe udah bisa bawa pulang tas ini.
  • Dengan membeli merk lokal ketimbang merk Louis Vuitton, gw bisa lebih berkontribusi memajukan perekonomian dalam negeri.

Sebelum bahas kekurangannya, kita cekidot dulu penampakannya. Sori rada blur.

SAMSUNG CAMERA PICTURES

A-Rei Kenneth 25 l

Tas ini terdiri dari 3 kompartemen utama dan 2 kantung eksternal di samping yang diameternya pas untuk diisi payung atau botol minum kecil (500 ml). Karena gue lagi gak punya botol minum, jadi gue isi dengan balsam Vicks, antiseptik tangan, dan You C1000.

100PHOTO1

Untuk kompartemen terluar biasanya gue selalu siapkan travel tissue; kompartemen tengah untuk alat tulis kantor, headset, dan kacamata minus; sementara kompartemen belakang tersedia kantung untuk laptop 14″ dan tablet (gak punya tablet jadi gue isi buku tulis), di luar kantung gue simpan peralatan elektronik lainnya seperti pocket camera dan charger. Oh ya, tas ini juga punya fitur lash tab 1 di depan dan 2 di samping. Lash tab atau sering disebut juga moncong babi ini berguna untuk menggantungkan benda-benda kecil seperti tali, kacamata, topi, sepatu, dan lainnya.

100PHOTO2

Detail kain, resleting, moncong babi, dan busa

SAMSUNG CAMERA PICTURES

Fitur di belakang juga tidak kalah pentingnya karena di sini gue bakal kontak fisik sama si tas. Built-in rain cover ada di kantung kecil di bawah.

Lalu kekurangannya?

  • Gue sebenarnya gak suka kanvas karena berat, gue lebih suka tas-tas berbahan polyester atau sejenisnya; tapi gue ingat kalau mas Yudhis–salah satu teman gue yang punya tas Bodypack yang sama, tapi juga punya tas A-Rei polyester–pernah bilang kain tas A-Rei gak terlalu bagus meskipun jahitan dan resletingnya oke; sehingga gue gak jadi memilih tas jenis polyester.
  • Kain kanvas adalah material yang sangat berpori (porous material). Karena itu ia tidak tahan air, justru sangat higroskopis dan mudah kotor. Serapan air akan membuat tas ini lebih berat. Seberat apa? Gampangnya kalikan saja luas area permukaan tas dengan berat jenis air. Dan ingat, sifat higroskopi bukan hanya menarik air, tapi juga uap air (kelembaban udara).
  • Meskipun tas ini sudah terdapat built-in rain cover, mas Yudhis sendiri mengalami pengalaman yang kurang menyenangkan. Jika hujan deras air akan tetap tembus ke dalam. Selain itu bahan rain cover tersebut ringkih, rentan sobek. Oleh sebab itu, tas ini memang tidak direkomendasikan untuk kegiatan outdoor.
  • Perawatan harus dilakukan lebih intensif. Usahakan selalu kondisikan tas ini kering (tidak lembab) agar tidak menambah beban dari air dan kotoran yang menempel. Jika kotor, bersihkan dengan sikat halus.
  • Minor: ada beberapa detil pola tidak sempurna dan tidak simetris.
  • Ketangguhan, kehandalan, dan kontrol kualitas belum terbukti karena reputasi A-Rei belum sebesar merk lokal lain seperti Eiger, ah tapi semoga saja tas ini awet. Aamiin!

Sebagai penutup. Terima kasih buat Bodypack yang sudah menemani perjalanan gue selama 4 tahun. Keknya emang si laptop tua aja (Sony Vaio, 8 tahun) yang udah kepengen kandang baru lagi, hehe.

Kiat Mempelajari Bahasa Baru dengan Tidak Serius

Saya akan mencoba berbagi pengalaman saya mempelajari bahasa asing, asing di sini adalah dalam artian benar-benar asing buat kita. Boundary condition atau kondisi batas dalam konteks ini adalah bahasa asing populer dunia, jadi bahasa daerah dan bahasa ‘dunia kedua-ketiga’ dalam kesempatan kali ini tidak termasuk ya..

Seperti kalangan mainstream, bahasa asing pertama saya adalah bahasa Inggris, karena bahasa Inggris adalah bahasa wajib dunia, sejarahnya bagaimana harus begitu saya tidak tahu, pokoknya ya begitu. Pertama kali saya berkenalan dengan bahasa Inggris adalah ketika saya masih berumur sekitar 4—5 tahun, yaitu umur di mana saya sudah mulai bisa membaca. Saya bertemu bahasa Inggris melalui console atau istilah umumnya video game. Bermain video game adalah salah satu cara berkenalan dengan bahasa Inggris yang mengasikkan. Agar tidak lupa, saya list dulu kiat yang pertama ini:

[1] Segera lari menuju depan televisi di rumah anda, aktifkan console anda, atur setelan bahasa asing yang anda inginkan pada game anda lalu mainkan.

Karena saya tumbuh besar sebagai anak rumahan ditambah sebagai anak laki-laki tentunya saya gemar sekali bermain video game, bukan hanya console, tetapi juga komputer. Alhamdulilláh orangtua saya diberikan suatu kecukupan sehingga saya sudah mengenal dan bisa mengoperasikan komputer di usia taman kanak-kanak. Mungkin di jaman sekarang sudah umum bahwa anak kecil sudah bisa mengoperasikan komputer, tapi di jaman saya dulu ketika user interface masih item putih alias DOS yang tentunya ribet banget, hal itu saya rasa masih jarang sekali. Bayangkan dulu saya harus berkutat dengan commands seperti “cd”, “dir-w”, “dir-p” dan sebagainya untuk mengakses sebuah game. Dulu kalau mau main game harus pake disket besar (250 kB); disket kecil (1.44 MB) di jaman itu udah termasuk breakthrough bangetlah.. Sorry OOT.

contra-iii-main-page

Ya lumayanlah kecil-kecil udah ngerti kata “Player” sama “Option”.. Sumber: Konami-Nintendo

 

[2] Atur setelan bahasa antarmuka di komputer anda menjadi bahasa asing yang ingin anda pelajari.

Terbukti dengan kiat nomor 1 dan 2 ini, di usia bau kencur saya mengungguli teman-teman saya dalam berbahasa Inggris di sekolah walaupun cuma bertahan sampai SD saja, karena ketika SMP dan apalagi SMA saya sudah kalah sama teman-teman, khususnya yang dilesin bahasa Inggris. Ya jelas dong “cara tidak serius” sudah pasti bakal kalah sama “cara serius”, hehehe.. But it’s not the point. Poin utamanya adalah bagaimana kita bisa familiar dulu sama bahasa yang awalnya benar-benar asing buat kita. Bagi anda yang masih memiliki anak atau saudara yang masih TK atau SD, “cara tidak serius” ini akan lebih menyenangkan karena tujuan pelajaran bahasa Inggris di TK dan SD adalah masih tahap pengenalan. Jika sudah cukup familiar, barulah anda lanjutkan dengan “cara serius” (entah itu kursus ataupun autodidak yang tidak akan saya jelaskan di sini). Ini opini saya.

Oke lanjut lagi deh. Berkaca dengan poin-1 dan 2, sesuai perkembangan jaman saat ini kita bisa terapkan cara-cara tidak serius berikutnya dengan:

[3] Atur setelan bahasa antarmuka di smartphone, tablet, digital camera, apapun barang canggih yang ada di sekeliling anda menjadi bahasa asing yang ingin anda pelajari. Tidak hanya itu, ubah juga bahasa di semua aplikasi yang ada di gadget anda.

Mungkin awalnya anda akan gila karena hidup anda dikelilingi oleh keasingan akibat bahasa asing yang akan merepotkan anda sendiri, namun percayalah ini belum menjadi cara serius untuk mempelajari bahasa baru. Goal dari cara yang tidak serius ini adalah bahwa kita dapat memahami konteks sambil mempelajari kosakata baru. Ingat, sekali lagi saya ulangi: Goal dari cara yang tidak serius ini adalah bahwa kita dapat memahami konteks sambil mempelajari kosakata baru.

[4] Anda tidak perlu membuang-buang uang anda untuk mengikuti kursus resmi berbayar bila niat anda hanya sekedar iseng. Selagi itu, gunakan kesempatan-kesempatan mempelajari bahasa asing secara gratis yang tersebar di dunia maya.

Saat ini saya lagi sering main di Duolingo. Di situs ini anda bisa mempelajari bahasa asing secara gratisUntuk antarmuka berbahasa Indonesia sementara ini baru hanya tersedia kursus bahasa Inggris, namun antarmuka berbahasa Inggris tersedia kursus beragam bahasa seperti Spanyol, Prancis, Jerman, bahkan sampai bahasa Vietnam juga ada. Di Duolingo—kalau saya sih ikut yang bahasa Prancis—terdapat 25 bab yang harus diselesaikan satu per satu. Di setiap bab anda akan diberikan catatan kecil lalu anda harus menyelesaikan tes-tes sederhana untuk menuju materi dan bab selanjutnya. Setiap anda menyelesaikan 1 soal, anda dapat mengakses forum diskusi khusus untuk soal itu bersama user-user  yang lain, dan biasanya di sana ada sesepuh yang menjawab pertanyaan dari user yang belum mengerti, bahkan pertanyaan yang sangat mendasar juga tetap dilayani. Soal-soal yang diberikan sebenarnya tidak terlalu sulit jika anda rutin mengikuti program kursusnya (minimal 1 bab per hari), karena Duolingo ini sebenarnya memang ditujukan untuk pemula. Mungkin kalau bahasa Inggris, ini setara pelajaran TK atau SD. Kelemahannya, saya merasa kurang dilatih membuat kalimat dalam bahasa Prancis, justru saya terlalu sering menerjemahkan kalimat berbahasa Prancis ke bahasa Inggris, sehingga kurang menguatkan memori kosakata. Dan lagi, pembendaharaan kosakata di Duolingo ini menurut saya masih kurang, kata-kata yang dites itu-itu saja. Mungkin maksudnya kita ditekankan agar lebih mengingat kata-kata mendasar dulu kali ya.

Sejauh sampai tulisan ini dipublikasi, di Duolingo saya baru sampai level 7, lama stuck di level 7 karena saya memang sengaja memperkuat bab-bab yang sudah dipelajari (saya tidak mudah membuka bab baru apabila merasa belum menguasai bab-bab sebelumnya). Asumsi saya berdasarkan pengalaman mengikuti Duolingo hingga saat ini, walaupun saya nantinya sudah meng-khatam seluruh bab, tidak mungkin saya langsung fasih berbahasa Prancis. Diperlukan usaha-usaha lanjut yang lebih serius untuk mempelajari bahasa baru, kasarnya, ada silabus reading, writing, listening, speaking di dunia luar sana yang harus kita telateni secara komprehensif.

Oh ya, poin-4 ini sudah bisa dibilang merupakan “cara yang agak serius”, walaupun tidak akan bisa serius. Segratis-gratisnya sesuatu, tentu tidak akan bisa seserius yang berbayar. Yang berbayar saja belum tentu bisa serius, hehehe. Tapi minimal saya yakin cara-cara tidak serius ini, dan mungkin banyak cara-cara tidak serius lainnya yang tidak saya sebutkan di sini, akan menjadi bekal berharga anda jika anda sudah mulai ingin serius. Jadi jika anda sudah berniat upgrade, silahkan rogoh kocek anda untuk mencari guru, mengikuti kursus, membeli buku, dan bila perlu beli tiket pesawat biar bisa praktik langsung di negaranya. Hehehe.

Semoga bermanfaat.

Salam.

Jack of All Trades, Master of None

Yap, judul ini kira-kira artinya: “bisa segala hal, tapi tidak benar-benar ahli”. Sebelum membahas inti persoalannya, saya ingin memberikan contoh kasus terlebih dahulu. Gelar ini sering disematkan oleh para penggemar setia Manchester United kepada mantan punggawa mereka yang kini menjadi kapten Sunderland di penghujung karirnya, John Francis O’Shea. Bagaimana tidak, selama membela setan merah (1999–2011), ia kerap mengisi berbagai posisi di lapangan hijau.

oshea

John O’Shea. Sumber: http://www.thesun.co.uk

 

Sebagai jebolan akademi Manchester United, O’Shea muda menembus tim utama sebagai pengisi posisi bek kiri. Di musim-musim berikutnya, ia sering dimainkan bergilir sebagai bek tengah dan bek kanan. Tidak jarang pula ia dimainkan sebagai gelandang bertahan atau gelandang tengah. Ia juga pernah bermain sebagai kiper darurat ketika kiper utama saat itu cedera dan jatah pergantian pemain habis. Manajer kondang Manchester United saat itu, Sir Alex Ferguson menjelaskan bahwa O’Shea memang sesekali diperlakukan khusus sebagai kiper saat latihan. Tidak hanya itu, berbagai sumber menceritakan bahwa ia pernah dimainkan sebagai gelandang sayap (mungkin wing back kali ya) dan striker dadakan, walaupun saya tidak pernah menonton langsung di tv ketika ia mengisi kedua posisi tersebut.

Jika demikian, maka tidak heran opa Fergie mengakui bahwa O’Shea adalah pemain yang serba bisa. Untuk ukuran pemain cadangan, jumlah bermainnya selama berkarir di Manchester United sudah setara seperti pemain inti. Ketika pemain utama cedera, maka O’Shea siap menggantikan di posisi apapun. Walaupun bukan pemain fantastis di setiap posisinya, O’Shea juga bukan pemain yang buruk. Mentalitasnya di dalam dan luar lapangan sangat baik sehingga jasanya tetap dikenang oleh para penggemar Manchester United hingga sekarang.

Lain ladang lain belalang. Lain John O’Shea, lain juga Yuga Lendistanu. Setelah dipikir-pikir, tampaknya saya juga mengidap sindrom “Jack of All Trades, Master of None”. Saya akan  membahas mulai dari kesenian. Waktu kecil saya senang sekali menggambar. Hal ini berlanjut sampai ke bangku sekolah. Hasil gambar saya seringkali dipuji teman-teman sekelas dan ibu dan bapak guru sering memberikan nilai 8 dari total 10. Waktu lomba menggambar ibu Kartini di hari Kartini, saya menjadi juara 2 se-sekolah, padahal–seingat saya–waktu itu saya baru kelas 2 SD dan juara 1-nya kelas 5! Akan tetapi ketika sudah memasuki pelajaran melukis di SMP dan SMA, ternyata saya sadar kalau saya tidak bakat melukis. Warnanya acak-acakan, haha. Menurut saya, untuk bisa melukis kita perlu belajar tekniknya dengan benar, tidak bisa otodidak saja seperti menggambar atau mensketsa.

Beralih ke musik, saya adalah seorang yang cukup peka terhadap nada-nada. Saya bisa bermain gitar, piano, suling, dan apapun yang populer dimainkan di sekolah saat dulu. Saya juga peka dengan perkusi, saya bisa menggebuk apa saja sehingga membentuk irama yang stabil, bahkan sekarang masih gebuk-gebuk aplikasi drum di ipad dengan jari tangan. Namun sekali lagi, tidak ada satupun alat musik yang saya benar-benar ahli. Gitar dan piano, yah paling hanya kunci-kunci dasar, sekedar memainkan lagu-lagu populer. Buruknya, saya tidak bisa membaca not balok, sehingga nilai seni musik waktu sekolah dulu selalu pas-pasan!! Jadi ketika mempelajari lagu baru, hal yang pertama saya lakukan adalah mengandalkan feeling.

garageband

Aplikasi Garage Band di iPad Sumber: http://www.imore.com

 

Saya juga gemar menggeluti dunia olahraga. Berbagai permainan bisa saya mainkan, dari sepak bola, basket, voli, hingga tenis meja. Sewaktu SMA, saya selalu menjadi pemain inti ketika kompetisi antar kelas dan semuanya selalu kalah!! Tapi jangan salah. Mental dan prestasi boleh medioker, tapi karena sering tebar pesona di bidang kesenian dan olahraga, gini-gini waktu SMA saya punya banyak fans loh, hahaha.

Oke next, saya juga menyenangi fotografi walaupun tidak terlalu keranjingan. Untuk soal komposisi dan pencahayaan yah sedikit banyak insting saya jalan, tapi saya sering gak mau repot untuk main-main mode manual. Saya tidak punya penilaian objektif untuk “bakat” saya yang satu ini karena kebanyakan dokumentasi saya untuk pribadi saja, paling banter ya jumlah like di media sosial, itupun juga gak banyak karena teman atau follower saya juga gak pernah banyak.

Nah itu tadi kan kebanyakan aspek psikomotorik ya, sekarang saya mau bahas aspek kognitif (udah kek macam penyusun kurikulum aja yak?!). Sebagai orang eksak atau insinyur, aspek inilah yang sebenarnya paling penting–atau paling tidak, porsinya paling besar. Lagi-lagi nih ya, bener-bener dah ya, aduuh, saya juga gak ahli di bidang ini. Waktu sekolah dulu, nilai kimia pas-pasan, fisika lebih lagi. Matematika agak mendingan walopun seringnya dapet 7 juga di rapot daripada 8-nya. Saking mediokernya, ketika berhasil masuk ITB lewat tes nasional (bukan tes mandiri perguruan tinggi), beberapa teman saya malah nanya saya pake dukun apa (doh!!). Pas kuliah lebih parah lagi. Kalkulus, fisika, kimia, semua jeblok. Mata kuliah tiap semester pasti ada aja yang harus ngulang. Ya alhamdulilláh sih, segitu juga lulusnya udah bisa dapet indeks prestasi di atas 3..

“S1 Teknik Kelautan aja dulu masih kepayahan, bukannya mendalami, sekarang S2 malah ambil Teknik Material.. Terus sampeyan opo karepé cuk..

Yup, that’s me! Saya menyukai hal-hal yang baru. Sering coba-coba, tahu-tahu sudah bisa, tapi karena mudah teralihkan (susah fokus), akhirnya saya tidak mendalami apa-apa. Ini kelebihan sekaligus kekurangan saya.

Apakah saya bisa merubah status saya dari “Jack of All Trades, Master of None”, menjadi “Jack of All Trades, Master of Something”? Mudah-mudahan secepatnya setelah lulus S2 ini meskipun tergantung juga bakal jadi apa nantinya. Jangan samakan dengan John O’Shea karena ia sudah turut serta memberikan gelar-gelar juara untuk Manchester United saat kejayaannya, dan ia sudah mendedikasikan dirinya sebagai pesepakbola yang ahli (saya bukan berbicara tentang posisinya dalam permainan sepakbola, tapi tentang olahragawan yang ahli dalam sepakbola). Saya masih jauh dari itu. Usia pun tidak lagi muda, saya harus cepat mengejar ketertinggalan dan menapaki kesuksesan.

Hmm..perlukah sewaktu-waktu tulisan ini saya cetak untuk konseling dengan seorang psikolog agar saya cepat menemukan “keahlian”?

Ternyata hidup itu tidak hanya mencari passion, tapi juga keahlian. Beda tipis sih, tapi ngaruh. Banget.

Uang Gaib!

Yang gaib bukan hanya sundel bolong, pocong, tuyul, tapi juga uang..

Semakin saya mencari pembenaran bagi bunga bank—karena banyak dikatakan bunga bank adalah haram—justru semakin saya memahami kebobrokannya.. Ya, menurut mayoritas ulama, bunga bank adalah riba meskipun awalnya saya tetap tidak percaya. Sebagai umat muslim adalah keutamaan bagi kita untuk mengikuti pendapat mayoritas ulama, karena tidak mungkin mayoritas ulama sengaja membawa umat kepada keburukan. Seandainya bunga bank adalah masih masalah khilafiyah atau perdebatan, dan ia adalah sesuatu yang syubhat (belum jelas halal atau haram), tetap saja kita, sesuai ajaran agama ditekankan untuk menghindari hal-hal yang syubhat, karena syubhat mendekati haram.

Di sini saya akan mencoba menjelaskan beberapa kebobrokan bunga bank tersebut. Pahami baik-baik, karena ini seharusnya sangat sederhana. Anda tidak perlu menjadi muslim untuk menalarnya:

1] Katakanlah, di sebuah negara Republik Kepiting terdapat sebuah bank dan dua orang pengusaha yang masing-masing pengusaha tersebut sudah memiliki aset-aset tersendiri.

2] Republik Kepiting—melalui bank—mencetak uang sebesar Rp10000. Bank menyimpan 10% dari Rp10000, yaitu Rp1000, untuk simpanan mereka, lalu Rp9000 sisanya mereka edarkan untuk perputaran ekonomi di negara tersebut.

3] Seorang pengusaha, sebutlah Yuyu, meminjam uang di bank untuk keperluan bisnis sebesar Rp4000. Untuk peminjaman tersebut Yuyu dikenakan bunga 10% (jadi jika sudah jatuh tempo, Yuyu wajib membayar sebesar Rp4400).

4] Kemudian, datanglah pengusaha lainnya, sebutlah Gaga, juga meminjam pada bank sebesar Rp5000 dan juga dikenakan bunga 10% sehingga pada jatuh temponya ia wajib membayar Rp5500.

5] Adakah kejanggalannya? Tentu saja ada. Di saat jatuh tempo, bank harus menerima Rp4400+Rp5500=Rp9900 dari kedua pengusaha tersebut, tapi uang yang beredar hanyalah Rp9000! Lalu dari manakah Rp900 tersebut? Itulah uang gaib, tidak berwujud.

6] Taruhlah Yuyu berhasil melunasi utangnya yang sebesar Rp4400, sehingga uang sisa yang beredar di Republik Kepiting adalah Rp9000-Rp4400=Rp4600.

7] Di sisi lain, tidak mungkin Gaga dapat membayar Rp5500, boro-boro usahanya untung, wong uang yang beredar saja hanya Rp4600! Karena tidak mampu membayar, tentu saja Gaga dikenakan denda, yaitu penyitaan aset, sebutlah, misal, kotak pensil, yang harganya setara dengan kekurangan utang.

8] Sekarang bank sudah menerima setoran dari Yuyu yaitu Rp4400 dan dari Gaga Rp4600 plus sebuah kotak pensil. Jika kotak pensil tersebut bernilai setara kekurangan utang Gaga, yaitu Rp5500-Rp4600=Rp900, maka bank sekarang sudah memiliki Rp9900 ditambah simpanan sebelumnya Rp1000 jadi semuanya Rp10900. Bank menyimpan 10% dari Rp10900, yaitu Rp1090, untuk simpanan mereka, lalu Rp9810 sisanya mereka edarkan kembali untuk perputaran ekonomi di negara tersebut.

Inilah prinsip ekonomi kapitalis, selalu ada pihak yang kaya dan melarat. Bayangkan, dari bunga tersebut (uang gaib), bank dapat memperoleh barang riil (kotak pensil). Apa jadinya jika bank tersebut terus berkembang dan bunganya semakin menjalar? Silahkan renungkan. Dari contoh di atas, efeknya sangat tampak, terutama bagi Gaga. Kenyataannya, sekarang efek itu seakan tidak tampak karena sudah terlalu banyak bank mencetak uang dan sudah terlalu banyak orang yang meminjam ke bank. Seakan-akan bagi mayoritas orang, perputaran uang tersebut sudah naturalnya seperti itu mengikuti kondisi pasar (proses jual-beli), padahal ada sistem di balik itu yang menguasai pasar. Jika ada perusahaan pailit, maka itu murni kesalahannya karena tidak dapat membayar utang, padahal ada efek tidak langsung dari uang yang beredar tidak sebanding dengan pokok dan bunga yang beredar.

Saya akan mencoba membantah beberapa alasan yang menyatakan bahwa bunga bank bukan riba. Mungkin sementara ini dulu.

Bunga harus diterapkan karena ada faktor inflasi, di mana nilai uang di masa akan datang akan turun. Jika hutang dibayar sama dengan jumlah pada saat peminjaman, maka bank akan selalu rugi. Oleh karena itu bunga bank bukanlah riba.
Inflasi justru terjadi karena adanya sistem pembungaan. Seperti yang dialami Yuyu dan Gaga di atas. Uang harus lebih banyak dicetak oleh negara untuk mengimbangi laju bunga (uang gaib). Jika jumlah uang terus bertambah, sementara jumlah komoditas tetap, tentu nilai uang akan berkurang, inilah yang disebut dengan inflasi. Dengan banyaknya uang beredar, maka akan semakin banyak kegiatan perekonomian karena banyak orang yang meminjam di bank untuk usaha. Secara kasat mata ekonomi mengalami kemajuan, namun di balik itu bunga semakin menjamur. Akan ada lagi yang pailit seperti Gaga, begitu seterusnya.

Bank memajukan perekonomian. Bank memberikan banyak manfaat bagi negara. Perhitungan bank ditetapkan oleh negara, bukan perhitungan asal-asalan seperti rentenir sehingga tidak eksploitatif. Oleh karena itu bunga bank bukanlah riba.
Sama saja. Kita tidak tahu saja siapa yang menjadi korban seperti Gaga akibat ekonomi kapitalis di mana bunga adalah instrumen utamanya. Bunga adalah uang gaib yang dapat dipastikan sejumlah pihak peminjam gagal bayar seperti yang sudah dijelaskan di atas. Meskipun niat bank (dikatakan) baik, tentu caranya juga harus baik.

Pembungaan sudah mengakar pada sistem moneter dunia.
Mengakar bukan berarti kita bisa membenarkan. Analoginya seperti ini. Di Jepang bokep legal, videonya dapat diperoleh di mana-mana dengan mudah. Apakah berarti itu bisa dibenarkan? Tambahan, gara-gara negara kita sering pinjam uang sama IMF (dengan bunga tentunya). Akhirnya negara kita pailit, banyak hutang. Untuk membayar bunganya saja setengah mati, apalagi membayar hutang pokoknya. Akibat gagal bayar, aset kita terpaksa banyak dikuasai pihak asing.

Mengetahui bahwa bunga bank riba ibarat menelan pil pahit sambil diinfus dengan tiga suntikan. Namun, mungkin itulah kenyataannya. Ada sebuah hadits, “akan tiba suatu saat semua akan memakan riba, jika pun tidak akan terkena debunya”. Mungkin inilah yang dimaksudkan Rasulullah tersebut, kita sulit lepas dari riba, karena perputaran uang yang sehari-hari kita gunakan dapat dikatakan juga sebagai perputaran riba. Untuk lebih memahami isu ini, saya anjurkan Anda untuk mempelajari sumber-sumber yang menjelaskan sejarah penggunaan uang fiat atau fiat money, dan carilah tahu mengapa uang yang memiliki nilai intrinsik lebih rendah daripada nilai nominalnya menjadi alat tukar resmi di dunia.

Mengenai hukum bekerja di bank, saya lebih memilih mengadopsi fatwa ulama besar Mesir Yusuf Qardhawi. Beliau mengatakan boleh bekerja di bank dengan alasan darurat. Darurat di sini berarti hanya untuk mencukupi kebutuhan dasarnya saja, tidak berlebih-lebihan, tidak bermewah-mewahan. Hendaknya kelebihan hartanya digunakan untuk kepentingan umum tanpa berniat bersedekah atau mencari pahala, namun membersihkan hartanya, karena kita tidak bisa bersedekah dengan harta yang tidak jelas halal-haramnya. Wallahu’alam..

Hak anda jika ingin menuding saya ekstrimis, radikal, dan sebagainya. Saya orang yang kritis, saya tidak mudah percaya apa kata orang. Bahkan sebenarnya saya ini 60% natural liberal dan 40% fundamentalis. Sampai sekarang pun saya masih belajar mengenai isu ini dan sebisa mungkin menghindari perkreditan. Ya sah-sah saja berbeda-beda pendapat, asal saling menghormati.